Rabu, 09 November 2011

Revitalisasi karet terancam terganjal dukungan perbankan


Rabu, 9 November 2011 | Jumlah artikel terbit hari ini: 1535

Revitalisasi karet terancam terganjal dukungan perbankan

NERACA. Untuk meningkatkan produktivitas karet Indonesia, program revitalisasi perkebunan menjadi harapan banyak kalangan pengusaha untuk segera dilakukan. Namun hal mengejutkan disampaikan Kementerian Pertanian, bila program revitalisasi perkebunan karet (yang ditetapkan) dalam meningkatkan produksi dalam negeri terancam gagal karena kurang dukungan pihak perbankan untuk mendanai.
Realitas ini disampaikan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir, (5/8) lalu di Jakarta. Bahwa hingga saat ini, hanya BRI yang bersedia menyediakan pendanaan untuk revitalisasi perkebunan karet, Revitalisasi karet terhambat karena tak ada bank yang mencover dengan alasan tak ada avalis atau penjamin, ungkapnya prihatin.
Untuk itu, pihaknya akan mengusulkan untuk melakukan gernas (gerakan nasional) karet jika tersedia dana, "Bila pendanaan revitalisasi tidak bisa dilakukan oleh bank, bisa juga dilakukan melalui jalur kemitraan antara petani dan perusahaan besar (Investor) lainnya," jelasnya.
Sejak 2000 hingga Agustus 2011, program penanaman kembali [replanting) perkebunan karet hanya 60.700 Ha dengan penambahan lahan baru (periode sama) hanya 11.000 Ha. Sulitnya menuntaskan program replanting karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Untuk setiap hektar dibutuhkan sekitar Rp 30 juta. Terlebih karena tanaman karet membutuhkan waktu cukup lama, maka proses replanting akan mengganggu
penghasilan petani. Karena itu, peran perbankan diharapkan dapat membantu memecahkan persoalan revitalisasi dibidang perkebunan karet.Ancaman gagalnya revitalisasi (menghidupkan kembali) sudah dirasakan masyarakat perkebunan di Kota Lubuklinggau, Provinsi Sumatera Selatan, mereka (petani) khawatir akan berpengaruh pada produksi karet dimasa mendatang.
Kabid Perkebunan dan Kehutanan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan (DPTKP) Kota Lubuklinggau. Abu Bakar berujar, "Jika program revitalisasi perkebunan gagal, berarti ada 3.000 hektare kebun karet yang kritis dan tidak produktif lagi karena tidak mengalami peremajaan."
Kegusaran Abu Bakar mengingat produksi karet merupakan komoditiprimadona masyarakat Lubuklinggau. Tahun 2010 lalu, kata Abu, tingkat produksi karet mencapai 9.501,56 ton dan revitalisasi perkebunan karet di Lubuklinggau bertujuan untuk meremajakan tanaman karet agar karet tetap menjadi andalan didaerahnya, selain kopi dan hasil pertanian lainnya.
Menurut Abu, program revitalisasi terancam gagal akibat terbentur kebijakan perbankan, dan persoalan kebun warga yang tidak memiliki sertifikat sebagai agunan bank. Ia menilai, beratnya standar administrasi yang diterapkan pihak perbankkan sebagai kreditur, membuat perkembangan program revitalisasi perkebunan di Kota Lubuklinggau sulit dilakukan kalangan petani. Padahal program pemerintah ini guna membantu petani dalam mengatasi permasalahan pengembangan perkebunanmereka.
Untuk mengatasinya, pihaknya tengah mengajukan bantuan ke Pemprov Sumsel, untuk penganggaran bantuan peremajaan kebun karet seluas 100 Ha bagi tiga kelompok tani di Kecamatan Lubuklinggau Selatan I. Mereka (petani) mengajukan bantuan berupa pupuk NPK, sebanyak 100 kilogam/Ha atau sebanyak 10 ton dan obat anti jamur sebanyak lOkg/Ha. serta 500 batang bibit karet peremajaan per Ha.
Sementara dalam hal sertifikasi lahan perkebunan, pihaknya mengaku telah mengajukan bantuan ke pemerintah pusat untuk penganggaran sertifikasi tanah untuk kelompok-kelompok tani yang sudah mereka verifikasi untuk mendapatkan bantuan revitalisasi perkebunan, "Itu sudah kami lakukan sejak tahun 2009 lalu." tegas Abu.
Meski bantuan dalammembuat sertifikasi sudah diberikan (sekitar Rp 600 ribu per Ha), namun dalam realitasnya, jutaan rupiah harus dirogoh dari kocek petani dalam mengurusinya, "Biaya pembuatan sertifikat di daerah ini, per hektare nilainya jutaan rupiah," ungkapnya, karena itu dia berharap, pihak pemerintah pusat agar mengkaji ulang kebijakan program revitalisasi perkebunan karena kerjasama dengan pihak perbankan dan BPN (Badan Pertanahan Nasional) dalam operasionalnya tidak berjalan.
Menurut data yang diolah Gapkindo. area perkebunan karet di Indonesia pada 2010 seluas 3.445 juta hektare dan diperkirakan bertambah S.000 hektare pada 2011. Perkebunan rakyat, menurut catatan Gapkindo, memberikan sumbangan paling besar terhadap produksi karet alam Indonesia.
Dengan luas area 2.934 hektare, selama tahun 2010 produksi karet alam perkebunan rakyat mencapai 2,21 juta ton. Tahun 2011, menurut estimasi Gapkindo, luas area perkebunan rakyat masih sekitar 2.935 juta hektare dengan estimasi produksi karet alam sebanyak 2,43 juta ton.
Sementara perkebunan besar nasional yang pada 2010 luasnya 237 ribu hektare menghasilkan 252 ribu ton karet alam. Tahun 2011, lahan perkebunan besar nasional diperkirakan seluas 239 ribu hektare dengan hasil 260 ribu ton. Perkebunan besar swasta yang menempati lahan seluas 274 ribu hektare pada 2010 menghasilkan 274 ribu ton karet alam dan diprediksi mampu memroduksi 276 ribu ton karet alam selama tahun 2011."(Ade)
Entitas terkait
Ringkasan Artikel Ini
Jumlah kata di Artikel : 708
Jumlah kata di Summary : 0
Ratio : 0,000

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac net.
Pendapat Anda
Pendapat anda mengenai ringkasan artikel ini : Baik Buruk


Print this post

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Technorati Style Copyright by pertanian | Template by One-4-All | Made In Indonesia